Partisipasi Masyarakat dalam
Perancangan Undang-Undang (SIMAS PUU)

Kembali
RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Administrasi Umum
Tim Penyusun
Tidak ada data tim
Tahapan
Rencana Penyusunan RUU
Tanggal
15 Sep 2020
Deskripsi

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan pengganti dari Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR) sebagai payung hukum acara di Indonesia. Kitab yang disebut karya agung bangsa Indonesia ini mengatur acara pidana mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, peradilan, acara pemeriksaan, banding di pengadilan tinggi, serta kasasi dan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Kehadiran KUHAP dimaksudkan oleh pembuat undang-undang untuk memperbaiki pengalaman praktik peradilan masa lalu berdasarkan HIR yang tidak sejalan dengan penegakan hak asasi manusia, sekaligus memberi legalisasi hak asasi kepada tersangka atau terdakwa untuk membela kepentingannya di dalam proses hukum. KUHAP telah mengangkat dan menempatkan tersangka atau terdakwa dalam kedudukan yang manusia yang memiliki harkat derajat kemanusiaan yang utuh. KUHAP telah menggariskan aturan yang melekatkan integritas harkat harga diri kepada tersangka atau terdakwa, dengan jalan memberi sejumlah hak kepada mereka. Pengakuan hukum yang tegas akan hak asasi yang melekat pada diri mereka, merupakan jaminan bagi tersangka atau terdakwa untuk menghindari kesewenang-wenangan. Misalnya, KUHAP telah memberikan hak kepada tersangka atau terdakwa untuk segera diperiksa pada tingkat penyidikan maupun mendapat putusan yang seadil-adilnya. Selain itu, tersangka atau terdakwa memperoleh hak bantuan hukum pada pemeriksaan pengadilan. Dalam perjalanan lebih dari 30 (tiga puluh) tahun penerapan KUHAP, ketentuan hukum acara dalam KUHAP tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan dan merespon perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Permasalahan dalam KUHAP tersebut antara lain penggunaan upaya paksa oleh penyelidik seperti penangkapan, penggeledahan, penahanan pada tahapan penyelidikan atas perintah penyidik. Pasal 17 KUHAP, alasan penangkapan adalah adanya dugaan keras melakukan tindak pidana berdasarkan “bukti permulaan yang cukup”. Terkait penahanan, hal penting yang diatur dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP adalah unsur perlunya penahanan dilakukan atau disebut syarat subjektif. Terkait dengan penggeledahan, menurut Pasal 33 ayat (1) KUHAP dapat dilakukan dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat. Kemudian dalam menyesuaikan dengan perkembangan teknologi yang canggih, ketentuan mengenai upaya paksa dalam KUHAP belum lengkap, serta permasalahan lainnya. Selain permasalahan tersebut, sampai saat ini terdapat beberapa perubahan dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 akibat dari Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan sebagian atau seluruhnya. Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa KUHAP masih mengandung kelemahan dalam pelaksanaannya, sehingga memerlukan perubahan secara komprehensif. Selain persoalan yang disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa alasan lain bagi penyempurnaan KUHAP secara komprehensif, alasan yang dimaksud adalah telah diratifikasinya beberapa Konvensi Internasional yang terkait dengan hukum acara pidana, serta modernisasi teknik dan sistem pembuktian hukum acara pidana. Alasan lain yang juga mendasari kebutuhan perubahan KUHAP adalah pembahasan RUU tentang Hukum Pidana yang telah dilakukan oleh DPR RI dan Pemerintah sejak tahun 2012 sampai dengan 2019. RUU tentang Hukum Pidana juga telah disepakati untuk menjadi RUU yang dapat dilimpahkan pembahasannya (carry over) pada Anggota DPR RI Masa Bhakti 2019-2024.