Tugas dan fungsi pengawasan, pemantauan, dan penilaian terhadap perilaku dan kinerja jaksa dan/atau pegawai kejaksaan oleh Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI) hakekatnya merupakan mandat peraturan perundang-undangan yang tak terpisahkan dengan tujuan dari sistem peradilan pidana terpadu yang bertumpu kepada cita hukum ideal berdasarkan asas negara hukum dan asas negara demokrasi. Meski demikian, di dalam praktik perangkat norma tentang pengawasan terhadap perilaku dan kinerja jaksa di dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011 memuat aturan yang menimbulkan tafsir yang tidak koheren dengan cita hukum ideal dimaksud. Hal ini pada akhirnya berdampak terhadap efektivitas pelaksanaan tugas KKRI. Untuk itu, penelitian ini mengajukan sebuah konsep tentang dimensi perilaku dan kinerja sebagai suatu diskursus di dalam pengembanan tugas KKRI. Perilaku digambarkan sebagai reaksi atau respons yang timbul akibat interaksi seseorang dengan lingkungannya baik dalam konteks pelaksanaan tugas maupun di luar tugas. Perilaku memiliki tiga domain yakni kognitif, afektif, dan psikomotor yang membentuk pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang dengan intensitas dan tingkatannya yang berbeda-beda. Adapun kinerja merupakan wujud nyata daripada perilaku dalam lingkup pelaksanaan tugas yang dibebankan atas dasar kecakapan, pengalaman, kesungguhan, dan tanggung jawab sesuai mekanisme hukum dan kode etik. Diskursus tentang dimensi perilaku dan kinerja ini disajikan dengan harapan memberi penguatan terhadap pengembanan tugas KKRI sebagai pelaksana fungsi penyeimbang atas pelaksanaan kewenangan negara oleh kejaksaan, sehingga tercipta suatu proses penegakan hukum yang menjunjung tinggi etika, kebenaran, dan hak asasi manusia. Penulisan ilmiah ini menggunakan metode penelitian normatif guna memberikan gagasan yang bersifat preskriptif atau sesuatu yang bersifat seyogianya melalui pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual.
Kata kunci : pengawasan, Komisi Kejaksaan, sistem peradilan pidana terpadu, perilaku, kinerja